Kamis, 05 Juli 2012

Mengenal Jenis-jenis Penokohan pada Novel Dzikir-dzikir Cinta

A. Pengertian Novel
Novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya. Untuk itu peneliti mengambil beberapa pengertian tentang novel dari beberapa ahli sebagai pedoman untuk menyimpulkan tentang apa sebenarnya novel tersebut.
KBBI (2002 : 788) menyatakan, “Novel adalah karangan prosa panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Menurut  Jassin (dalam Mursini, 2005 : 34) menyatakan, “Novel adalah menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, di mana kejadian-kejadian ini menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Senada dengan pendapat di atas Antilan (2001 : 63) menyatakan, “Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang, dan mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dan memiliki unsur tokoh, alur, latar rekaan dan nilai hidup di mana kejadian-kejadian menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
B. Pengertian Penokohan
Suatu karya sastra (novel) dibangun oleh unsur-unsur seperti peristiwa cerita (alur), tokoh cerita (karakter), tema, latar, sudut pandang dan gaya bahasa. Namun dalam penelitian ini akan dibahas tentang menganalisis penokohan dalam novel dzikir-dzikir cinta karya Anam Khoirul Anam karena tokoh dan penokohan merupakan unsur terpenting dalam karya naratif. Plot boleh saja dipandang orang sebagai tulang punggung cerita, namun kita pun dapat mempersoalkan: siapa yang diceritakan itu? Siapa yang melakukan sesuatu dan dikenai sesuatu, “sesuatu” yang dalam plot disebut sebagai peristiwa, siapa pembuat konflik, dan lain-lain adalah urusan tokoh dan penokohan. Pembicaraan mengenai tokoh dengan segala perwatakan dengan berbagai citra jati dirinya, dalam banyak hal, lebih menarik perhatian orang daripada berurusan dengan pemplotannya. Namun, hal itu tak berarti unsur plot dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya.
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?, dan sebagainya. Untuk itu perlu kita ketahui bahwa apakah yang dimaksud dengan novel dari pendapat berbagai ahli. Jacob Sumardjo (dalam Fenanie 2001 : 87) menyatakan, “Penokohan merupakan satu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alasan pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang.
Jones (dalam Nurgiyantoro 2007 :165) juga menyatakan, “Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Senada dengan pendapat tersebut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2007 : 165) juga menyatakan, tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang siekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Kosasih ( 2008 : 228) juga menyatakan, “Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Jadi, dari berbagai pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas dalam mengembangkan karakter tokoh-tokoh yang berfungsi untuk memainkan cerita dan menyampaikan ide, motif, plot, dan tema yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral.
C. Jenis-jenis Tokoh
Nurgiyantoro (2007 : 176) mengatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Dan yang akan dijelaskan peneliti di sini yaitu tokoh utama (yang mencakup tokoh protagonis, antagonis), tokoh tambahan, tokoh sederhana, tokoh bulat, tokoh statis, tokoh berkembang, tokoh tipikal dan tokoh netral.


1)      Tokoh Utama
Nurgiyantro (2007 : 176) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita bersangkutan. Misalnya, tokoh Rusli pada novel dzikir-dzikir cinta dan tokoh Sukma pada novel yang sama. Pada novel ini Sukma dan Rusli adalah pemeran utama dalam novel tersebut karena tokoh keduanya pada cerita ini adalah tokoh yang membuat para pembaca merasa simpati dengan kisah mereka yang disajikan pengarang secara apik dalam novel, baik kisah perjalanan hidup maupun kehidupan cinta mereka yang penuh dengan pengorbanan sehingga mereka bertemu kembali atas kehendak-Nya.
Tokoh utama mencakup :
a)      Tokoh protagonis
Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro 2007 : 178) tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan, harapan-harapan pembaca. Sering juga pembaca merasakan kesamaan dengan dirinya dan permasalahan yang dihadapi tokoh seolah-olah juga permasalahannya, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Pendek kata, segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan oleh tokoh itu sekaligus mewakili pembaca.
Adapun tokoh protagonis pada novel ini yaitu : tokoh Sukma dan Rusli yang menjalani kehidupan cinta mereka penuh liku, dan alasan peneliti menetapkan Sukma dan Rusli sebagai tokoh protagonis adalah keterkaitan cerita dengan perjalanan hidup yang dialami tokoh Sukma sesuai dengan judul novel yaitu ketika Rusli terpaksa menikahi Fatimah putri kiyai Mahfud, ketika itu Sukma sangat terpukul dan memutuskan untuk menyepi dan menghabiskan waktunya hanya untuk mengabdi pada sang pencipta dan memutuskan untuk tetap setia dengan cintanya, maka hal itu peniliti dapat menyimpulkan bahwa pengarang mengambil judul ini dari perjalanan Sukma yang membersihkan dirinya dari kehidupan duniawi maka pengarang mengambil judul yaitu “Dizikir-dzikir Cinta”.
Peran Rusli juga sangat berpengaruh terhadap jalan cerita pada novel ini karena yang mengawali cerita adalah Rusli maka menurut peneliti bahwa pembaca juga lebih ingin mengetahui akhir dari perjalanan cinta Rusli dengan Sukma walaupun disuguhi dengan berbagai kisah-kisah lain, namun cerita ini lebih didominasi oleh perjalanan hidup Rusli dan Sukma dan pengarang juga mengarahkan alur cerita dengan mengungkap kisah-kisah  yang melatarbelakangi kehidupan Rusli dan Sukma ketika mereka kecil sampai akhir hayatnya..
b)      Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis disebut juga tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis seorang (beberapa orang) individu yang dapat ditunjuk secara jelas. Ia dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang di luar individualitas seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan sosial, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi, dan sebagainya.
Penyebab konflik yang tak dilakukan oleh seorang tokoh disebut sebagai kekuatan antagonistis. Konflik bahkan mungkin sekali disebabkan oleh diri sendiri, misalnya seorang tokoh akan memutuskan sesuatu yang penting yang masing-masing menuntut konsekuensi sehingga terjadi pertentangan dalam diri sendiri. Namun, biasanya ada juga pengaruh kekuatan antagonistis yang di luar diri walau secara tak langsung. Penyebab terjadinya konflik dalam sebuah novel, mungkin berupa tokoh antagonis, kekuatan antagonis, atau keduanya sekaligus. Pada novel ini tokoh antagonis diperankan oleh Fatimah yaitu putri kiyai Mahfud adalah yang menjadi penyebab terjadinya konflik antara Sukma dan Rusli yang lebih mengedepankan egonya untuk memiliki Rusli sehingga menghancurkan hubungan cinta antara Rusli dan Sukma.
Disamping kekuatan antagonistis yaitu konflik yang disebabkan Rusli sendiri yang tidak mampu menolak permintaan kiyai Mahfud dan tidak berani untuk jujur mengakui perasaannya kepada kiyai sehingga menyebabkan konflik yang berkepanjangan antara Rusli dengan Sukma (hal 330), bahwa kebimbangan Rusli untuk mengaku jujur pada kiyai Mahfud bahwa ia sudah mencintai Sukma, namun ia tak berkutik untuk mengatakan hal itu sehingga menjadi penyebab konflik yang datang dari Rusli sendiri yang tidak dapat menyelamatkan cintanya.
2)      Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan atau disebut juga tokoh pembantu merupakan tokoh yang berperan membantu/menemani tokoh utama dalam cerita dan tokoh ini bukan yang menjadi fokus perhatian pembaca. Beberapa contoh tokoh pembantu adalah orang yang lalu lalang di pasar, tukang becak, pembantu, pedagang, teman pemeran utama dan sebagainya.
Tokoh tambahan pada novel “Dzikir-dzikir Cinta” karya “Anam Khoirul Anam” ada beberapa tokoh yaitu tokoh yang diceritakan hanya sepintas lalu dan memiliki kesan sekedar untuk melengkapi atau menguatkan alur cerita misalnya yang deperankan oleh tokoh Asrul, Nikmah, Subhan, Bu Miatun, dan Qibtiyah. Kemunculan tokoh-tokoh tersebut diceritakan hanya segelintir misalnya kisah Subhan yang bisa yang memiliki “amalan khusus” yang diketahui sebagai ilmu ngerogoh sukmo, di mana jiwa bisa terlepas dari jasadnya dan menceritakannya sekaligus mengajak Rusli untuk melakukan amalan tersebut, dan dari amalan itu menjadikan Rusli kenal dengan sosok Sukma yang anggun melalui ilmu ngerogoh sukmo sehingga ia jatuh hati padanya.
Nikmah adalah sahabat Muslim Sukma ketika ia masih memeluk agama Nasrani, sampai akhirnya Sukma menjadi muallaf maka Nikmahlah yang menolong Sukma untuk tinggal di rumahnya, karena keingintahuan Sukma tentang agama islam maka ia pun memutuskan untuk ikut dengan Nikmah mondok di pesantren yang sama dengan Nikmah sehingga mempertemukan ia dengan Rusli. Sementara tokoh Asrul dalam novel ini adalah sahabat akrabnya Rusli karena mereka berasal dari daerah yang sama meski beda desa, dan kisah tokoh Asrul tidak terlalu fokus diceritakan. Juga tokoh Bu Miatun adalah nenek dari Rusli, sementara Qibtiyah adalah sahabat Fatimah, dan kedua tokoh ini diceritakan memiliki kesan untuk melengkapi cerita saja.
3)      Tokoh Sederhana atau Tokoh datar
Tokoh sederhana atau datar adalah tokoh yang kurang mewakili keutuhan personalitas manusia dan hanya ditonjolkan satu sisinya saja. Yang termasuk dalam kategori tokoh sederhana atau datar adalah semua tipe tokoh yang sudah biasa, yang sudah familiar, atau yang stereotip dalam fiksi. Ciri bahwa seorang tokoh dapat dikategorikan ke dalam stereotip tertentu ialah bahwa watak tokoh tersebut dapat dirumuskan dalam suatu formula (pernyataan) yang sederhana. Misalnya tokoh Parman, Nida, Dewi, Faiz.
Demikian dengan tokoh Nida, Dewi, dan Faiz. Peran Nida dalam novel hanya menceritakan segelintir kehidupan pribadinya saja ketika ia curhat dengan Sukma. Dan Dewi adalah pacar pertama Rusli ketika masih SMP tapi, cinta itu pupus saat Dewi berubah, dari Dewi yang lugu, polos dan sederhana menjadi Dewi yang gaul, dan suka gonta-ganti pasangan dan Faiz adalah salah satu pacar gelap Dewi. Untuk itu, Rusli memutuskan untuk mejauhi Dewi dan menjauhi apa yang dinamakan dengan cinta sampai akhirnya ia bertemu dengan Sukma sehingga merubah pandangannya tentang hakikat cinta itu sendiri.
4)      Tokoh Bulat atau Tokoh Kompleks
Abrams (dalam Nurgiyantoro 2007 : 183) tokoh bulat atau tokoh kompleks yaitu tokoh yang dapat dilihat semua sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan. Misalnya tokoh Kiyai Aziz, Kiyai Lathif, Pak Tabah, Sukma dan Rusli.
Pada novel ini tokoh-tokoh seperti yang disebutkan di atas semua sisi kehidupannya dikupas secara detail, dan tokoh mereka dalam novel ini membuat satu kejutan bagi pembaca, misalnya tokoh Kiyai Azis yang sangat mengejutkan bahwa seorang Kiyai bisa bertolak belakang dengan profesinya sebagai Kiyai, bahwa sosok Kiyai adalah sosok yang menjadi panutan bagi masyarakat, tetapi tidak untuk Kiyai Azis, bahwa ia adalah sosok yang memiliki jiwa yang tidak bersih, serakah dan gila jabatan sampai ia mampu menghalalkan segala cara untuk mencapai hal yang dia inginkan.
Demikian dengan tokoh Sukma dan Rusli, peran keduanya dikupas dari seluruh sisi kehidupannya, dari mereka kecil sampai akhir hayatnya. Lain halnya dengan tokoh Kiyai Lathif, bahwa pengarang membuat kejutan dengan kehadiran tokoh Kiyai tersebut, bahwa dalam novel ini Kiyai Lathif diceritakan seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya dan berniat ingin mempersunting Fatimah yang tak lain adalah santriwatinya sendiri. Sementara Pak Tabah adalah ayah Rusli yang mati bunuh diri karena tidak kuat menanggung derita hidup yang dialaminya karena istrinya berselingkuh dengan tetangganya sendiri sehingga ia mengambil jalan pintas dengan bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya. Dan dari penjelasan tersebut bahwa tokoh-tokoh yang diceritakan pengarang merupakan penceritaan yang memberikan kejutan bagi pembaca.
5)      Tokoh Statis (tak berkembang)
Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro 2007 : 188) tokoh statis (tak berkembang) adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya hubungan antarmanusia. Jika diibaratkan, tokoh statis adalah bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan walau tiap hari dihantam dan disayang ombak. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Misalnya tokoh Kiyai Muhsin, Rukmilah, dan Pak Harto.
Dalam novel ini tokoh Kiyai Muhsin diceritakan secara tidak langsung oleh pengarang tapi melalui pengisahan tokoh yang sudah ada dalam novel, yaitu seorang tokoh yang diceritakan oleh Kiyai Mahfud yang tidak lain adalah sahabat dari Kiyai Muhsin. Dan pada kisah berikutnya Kiyai Muhsin tidak diceritakan lagi keberadaannya oleh pengarang demikian juga dengan tokoh Rukmilah dan Pak Harto yaitu sepasang suami istri yang sebelumnya melakukan perselingkuhan, padahal Rukmilah masih istri sah dari Pak Tabah, serupa dengan tokoh Kiyai Muhsin, setelah kejadian mereka diceritakan, dan diakhir cerita berikutnya keberadaan keduanya tidak diketahui oleh pembaca, maka tokoh-tokoh tersebut bisa dikatakan dengan tokoh statis (tak berkembang).
6)      Tokoh Berkembang
Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya, dan adanya hubungan antarmanusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian, akan mengalami perkembangan atau perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan. Misalnya tokoh Rusli, Sukma, dan Fatimah.
Tokoh Rusli, Sukma dan Fatimah adalah tokoh yang sangat menentukan bagaimana akhir dari kisah novel ini karena tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh yang sangat berpengaruh untuk menarik rasa penasaran pembaca terhadap cerita berikutnya sehingga tokoh mereka selalu hadir dalam setiap halaman novel walaupun tidak seluruhnya. Jadi tokoh-tokoh tersebut selalu diceritakan seluruh kehidupannya baik sifat, sosialisasi terhadap lingkungan dan perubahan-perubahan yang terjadi di luar maupun dalam dirinya. Maka tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh yang selalu berkembang baik sifat, perubahan maupun segala sesuatu yang terjadi di luar maupun dalam diri mereka, maka mereka disebut dengan tokoh berkembang.
7)      Tokoh tipikal
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya, atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia nyata. Penggambaran itu tentu saja bersifat tidak langsung dan tidak menyeluruh, dan justru pihak pembacalah yang menafsirkannya secara demikian berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan persepsinya terhadap tokoh di dunia nyata dan pemahamannya terhadap tokoh cerita di dunia fiksi.
Misalnya tokoh Kiyai Mahfud, dan Gus Mu’ali. Dalam novel ini tokoh Kiyai Mahfud dan Gus Mu’ali adalah tokoh yang menampilkan hanya sedikit tentang individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya, maka keduanya disebut dengan tokoh tipikal.

8)      Tokoh Netral
Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia nyata. Atau paling tidak, pembaca mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata.
Misalnya tokoh Rusli dan Kiyai Mahfud. Karena kedua tokoh tersebut merupakan tokoh yang menghadirkan atau melatarbelakangi keberadaan cerita. Dan dalam novel ini melibatkan mereka sebagai sipencerita atau yang empunya cerita sebab kehadiran keduanya mewakili atau menggambarkan keberadaan cerita, maka tokoh tersebut bisa dikatakan dengan tokoh netral.

2 komentar:

  1. good. Salam sukses, makalahnya berarti banget buat para penulis novel pemula seperti saya. thanks dah share

    BalasHapus
  2. Asslamualikum, mohon maaf sebelumnya. saya bisa minta naskah aslinya? Untuk konfirmasi lebih lanjut silakan menghubungi akun Fb: Penerbit Pustaka Puitika e-mail: pustaka_puitika@yahoo.com.

    BalasHapus